Api sangat cepat membakar oksigen |
Aku sangat mengenal api.
Mengenal wujud dan sifatnya seperti aku kenal diriku sendiri. Panas dan
membakar. Hampir lima tahun lamanya bersinggungan dengan api, telah membuatku paham
sepenuhnya. Aku paham seperti apa kekuatan membakarnya dalam berbagai skala
ukuran, dan efeknya terhadap objek yang akan dibakarnya, juga dalam bermacam
ukuran dan elemen. Aku paham arah lalapnya. Mengerti pergerakannya. Dan yang
paling penting … aku paham cara membuatnya padam.
Di sekolah dulu, guru
fisikaku memberitahu, kalau api sangat cepat dalam hal membakar oksigen. Dulu
aku sama sekali tidak memahami informasi itu. Maksudku, bagaimana api bisa
membakar udara? Tapi, semenjak lima tahun lalu, aku akhirnya paham apa yang
dikatakan guru fisikaku.
Warnanya merah.
Orang-orang akan menjawab demikian bila ditanya seperti apa warna api? Semua
orang setuju. Api itu merah. Lalu bagaimana dengan api kompor? Tidakkah ia
berwarna biru? Ya, dia berwarna biru dan dia juga api. Namun orang-orang tak
pernah menjawab warnanya biru, selalu merah. Aku juga akan menjawab begitu.
Meski selama lima tahun ini, aku juga sangat sering melihat warna api yang
biru, bukan dari kompor.
Lalu, bagaimana dengan
sifatnya? Api itu panas. Menyala. Membuat bahang. Membara dan menghanguskan.
Sifatnya sungguh mengerikan. Lantas, apakah dengan begitu kita serta merta
mencap si api jahat? Ya, dia jahat bila menyala dan mengeluarkan panasnya dalam
skala tidak semestinya. Api jahat bila menghanguskan segala yang tidak
seharusnya dihanguskan olehnya. Namun jangan salah, kita juga begitu
membutuhkan api dalam kehidupan kita. Kita butuh api untuk membuat makanan tak
lagi mentah. Kita butuh api untuk menyalakan perapian di musim dingin. Kita
butuh api ketika hendak menyulut tembakau. Kita butuh api untuk menyalakan
suluh ketika hari gelap. Oh, well … kalian sangat tahu betapa kita butuh api.
Lalu, bagaimana ketika
api sedang jahat? Aku sering melihat ketika api sedang murka. Satu gedung maha
megah bisa ia hanguskan dalam hitungan menit saja, konon lagi bila itu hanya
sebuah gubuk kecil dan kering. Aku sering melihat bagaimana ganasnya ia
membakar lalu menghanguskan. Aku kerap menjumpai puing-puing hitam tak
berbentuk lagi setelah ia dilamun api. Tak salah jika kita menyebut bahwa
satu-satunya keahlian yang paling dikuasai api adalah membakar.
Api juga muncul dalam
pepatah, kurasa itu karena kehebatannya. Bunyinya, tak ada asap jika tak ada
api. Pepatah yang menarik. Asap memang ditimbulkan karena ada api yang sedang
membakar sesuatu. Asap dan api, dua sejoli yang ditakdirkan terkait dalam
hubungan sebab akibat. Mengapa ada asap? Karena ada api. Api membakar dan asap
timbul kemudian. Begitulah.
Mendadak
alarm di unitku mengaum ribut. Penyebabnya hanya satu: API.Kucamppakkan pemantik yang sedari tadi kubuka-tutup ke atas meja di depanku, dan kuraih APD
set melikku. Aku harus selalu bergegas setiap kali alarm itu menjerit. Bersama
rekan-rekanku, kami menuju mobil tangki yang selalu stand by. Hari ini, kembali
ada api yang harus dipadamkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar