pretty girl |
Kata
orang kalau jatuh cinta itu berjuta rasanya, ternyata benar. Jika pun tidak,
well, Gunawan sudah terlanjur memercayainya. Gunawan, remaja tujuh belas tahun,
kini sedang dimabuk cinta pada seorang gadis tetangga baru di depan rumahnya.
Setiap hari menjelang sore, Gunawan akan terlihat duduk di teras rumah sambil
memerhatikan sang gadis menyirami tanaman dalam pot yang berjejer di teras
rumahnya sendiri. Gunawan akan tersenyum tiap kali si gadis muncul dari pintu
sambil membawa alat penyiram kecil di tangannya. Hari ini pun begitu, senyum
masih terus menghias wajah Gunawan bahkan setelah si gadis kembali masuk ke
rumahnya.
Bila
kegiatan “memantau” ini selesai, Gunawan akan masuk ke rumah sambil
bersenandung kecil. Lirik-lirik lagu cinta terus bergulir dari bibirnya hingga
dia masuk kamar mandi. Masih terus begitu saat dia selesai dari sana. Gunawan
akan menghabiskan waktu lebih lama dari biasanya ketika memilih-milih isi lemari
pakaiannya. Begitu juga ketika berada di depan cermin, dia akan berdiri tegak
sambil mengamati pantulan dirinya sendiri di kaca itu. Gunawan akan
bertanya-tanya, apa si gadis tetangga akan suka penampilannya yang begini? Apa
si gadis akan menyukai kemeja yang dikenakannya? Bagaimana dengan sisiran
rambutnya? Oh, ya, apa si gadis suka wangi parfumnya?
Semenjak
kepindahan si gadis beserta keluarganya ke lingkungan perumahan, Gunawan mulai
suka memutar lagu-lagu berirama lembut dari perangkat musik di kamarnya. Rak
bukunya sekarang ikut memuat beberapa judul buku Kahlil Gibran, roman-roman
yang judulnya terdapat kata “cinta” juga ikut berdesakan bersama komik-komik
yang sudah lebih dulu berada di sana. Gunawan mulai mencari tahu seperti apa
cinta lewat buku-buku yang menjadi pendatang baru di raknya tersebut.
Saat
malam sebelum tidur, Gunawan akan membuka jendela kamarnya dan berdiri di sana
sambil menatap rumah si gadis. Dia akan bertahan di jendelanya sampai semua
lampu yang ada di rumah si gadis dipadamkan. Saat rumah itu menjadi gelap,
Gunawan akan mengepalkan tangan kanan, mengecup kepalannya itu beberapa lama
lalu membukanya dengan ujung jari lurus ke rumah si gadis. Dengan perlahan
Gunawan akan meniup telapak tangannya lalu tersenyum. Setelah menutup jendela,
Gunawan akan meraih salah satu buku barunya dari rak, mencium sampulnya lalu
naik ke tempat tidur. Dia akan terlelap bersama buku itu. Hal ini juga sudah
berlangsung sejak sepekan yang lalu.
Pagi
hari, Gunawan akan berlama-lama bertahan di gerbang rumah hingga si gadis
keluar dari rumahnya sendiri dengan seragam sekolahnya. Di dalam bus sekolah,
Gunawan akan berusaha mendapatkan tempat duduk yang bisa membuatnya leluasa
menatap si gadis. Sepanjang perjalanan menuju sekolah, Gunawan akan terpesona
di tempatnya dengan pandangan tertuju pada si gadis. Lalu sisa hari di sekolah
akan dilaluinya dengan duduk menopang dagu sambil sesekali tersenyum sendiri.
Seminggu
kemudian, cuaca cerah penuh bunga-bunga bermekaran yang sudah berlangsung dua
pekan di perumahan itu mendadak berubah. Awan hitam berarak entah dari mana,
bergulung-gulung menutup langit yang tadinya bersih. Angin berhembus kencang
dan berputar-putar, menyeret semua daun kering bersamanya. Beberapa kali sudah
petir menyambar-nyambar. Gunawan berdiri kaku di pekarangan rumahnya, seakan cuaca
buruk tidak menakutinya. Di depan sana, di pekarangan rumahnya, si gadis
tetangga baru saja membiarkan pipinya dicium seseorang, pacarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar