Minggu, 10 September 2017

Best Friend

best friend smiley
seorang sahabat hanya datang satu kali dan tak akan pernah meninggalkanmu


Kata orang, seribu teman bisa datang lalu pergi, namun seorang sahabat hanya datang satu kali dan tak akan pernah meninggalkanmu. Dulu, aku ragu bisa memiliki seseorang seperti itu. Tak pernah optimis bahwa kata-kata bijak tentang sahabat yang pernah kudengar adalah benar, sampai aku menemukannya sendiri di awal-awal masa remajaku. Al, orang yang aku yakini diutus takdir untuk menunjukkan padaku apa dan bagaimana seharusnya persahabatan itu. Al, sahabat yang aku pikir akan jadi teman sejatiku hingga tua nanti. Seiring waktu kami menjadi karib erat.

Ketika remaja, kami sering membayangkan jika suatu hari kelak akan duduk bersama di kursi panjang sebuah taman dengan jaket wol tua beraroma menthol, sambil memerhatikan cucu-cucu kami bermain kejar-kejaran satu sama lain.

Sekarang, saat aku tengah tergesa-gesa mengentakkan sepatuku di lorong serba putih ini, aku teringat kembali ucapannya suatu ketika dulu padaku.

Kita akan tua sama-sama, Jun. Kita akan melihat anak-anak kita berumah tangga. Kita akan menceritakan pada cucu-cucu kita kelak, seperti apa persahabatan kakek mereka. Akan kita tuturkan lagu persahabatan yang pernah kita dendangkan .…’

Aku tak ingin percaya ketika kabar itu sampai padaku. Bahkan aku sempat tertawa ketika adiknya memberitahuku lewat sambungan telepon, ‘Mas Al dipukuli orang ....’ Bagaimana mungkin ada orang yang tega mencelakakan sahabatku yang baik? Namun begitulah kenyataannya. Sahabatku jadi korban penganiayaan.

Sepanjang perjalananku menuju kemari, kukutuk habis-habisan bedebah-bedebah yang telah menyebabkan kesakitan atas diri Al. Dia tak pernah punya musuh. Aku sangat tahu seperti apa sahabatku itu. Hanya bedebah yang sanggup menyakiti orang sebaik Al.

Langkahku kian berderap, dibarengi kenangan bersamanya yang berkelebat satu-persatu, seperti kaset video yang diputar terus dan terus di kepalaku. Betapa tak tergantikan waktu yang telah kuhabiskan dengannya. Bermacam keisengan dan kenakalan masa remaja sudah pernah kulakonkan dengan Al. Menggoda gadis-gadis ber-rok mini di mall. Menggombali cewek-cewek di kelas. Mencoret gravity di tembok gedung terbengkalai di belakang sekolah. Pesta petasan di depan rumah Kepsek saat malam pergantian tahun. Mengganggu anjing tetangganya hingga menyalak ribut saat malam buta. Hingga nyaris berhasil diseret ke kantor polisi ketika nekat ikut balapan liar untuk pertama kalinya jika saja dia tak cepat membawaku kabur dari sana. Aku juga masih punya gambaran ketika kami menghabiskan malam kelulusan SMA dengan gitar dan rokok hingga subuh di balkon kamarku. Pun masih tak lupa, dulu kami acap kali melewati waktu sore dengan cangkir mengepul dan sepiring penuh kentang goreng renyah di kafé favorit, sementara lagu kesukaan kami mengalun dari pemutar musik ponselnya.

Sekarang, rasanya seperti semua itu baru saja kualami. Kebersamaan itu masih segar di kenanganku, begitu segarnya bagai baru terjadi kemarin.

Mataku mulai mengabut ketika entah dari mana lagu itu terdengar sayup.

Ingatkanku semua wahai sahabat, kita untuk slamanya wahai sahabat, kita bagai cerita wahai sahabat…

Aku menoleh ke belakang disela derap langkahku. Suara itu seperti mengekor di belakangku. Entah berasal dari mana. Rasanya seperti menyeruak keluar dari memoriku sendiri. Hanya saja, ini terlalu nyata. Lagu yang sering kusenandungkan bersama Al. Lagu yang telah memberi warna bagiku dan baginya selama bertahun persahabatan kami, kini sedang mengiringi langkahku menuju pintu ruang operasi yang tinggal belasan meter di depanku. Mataku kian berkabut. Aku mulai berlari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar