Sabtu, 09 September 2017

Fire

pemantik zippo
Api sangat cepat membakar oksigen



Aku sangat mengenal api. Mengenal wujud dan sifatnya seperti aku kenal diriku sendiri. Panas dan membakar. Hampir lima tahun lamanya bersinggungan dengan api, telah membuatku paham sepenuhnya. Aku paham seperti apa kekuatan membakarnya dalam berbagai skala ukuran, dan efeknya terhadap objek yang akan dibakarnya, juga dalam bermacam ukuran dan elemen. Aku paham arah lalapnya. Mengerti pergerakannya. Dan yang paling penting … aku paham cara membuatnya padam.

Di sekolah dulu, guru fisikaku memberitahu, kalau api sangat cepat dalam hal membakar oksigen. Dulu aku sama sekali tidak memahami informasi itu. Maksudku, bagaimana api bisa membakar udara? Tapi, semenjak lima tahun lalu, aku akhirnya paham apa yang dikatakan guru fisikaku.

Warnanya merah. Orang-orang akan menjawab demikian bila ditanya seperti apa warna api? Semua orang setuju. Api itu merah. Lalu bagaimana dengan api kompor? Tidakkah ia berwarna biru? Ya, dia berwarna biru dan dia juga api. Namun orang-orang tak pernah menjawab warnanya biru, selalu merah. Aku juga akan menjawab begitu. Meski selama lima tahun ini, aku juga sangat sering melihat warna api yang biru, bukan dari kompor.

Lalu, bagaimana dengan sifatnya? Api itu panas. Menyala. Membuat bahang. Membara dan menghanguskan. Sifatnya sungguh mengerikan. Lantas, apakah dengan begitu kita serta merta mencap si api jahat? Ya, dia jahat bila menyala dan mengeluarkan panasnya dalam skala tidak semestinya. Api jahat bila menghanguskan segala yang tidak seharusnya dihanguskan olehnya. Namun jangan salah, kita juga begitu membutuhkan api dalam kehidupan kita. Kita butuh api untuk membuat makanan tak lagi mentah. Kita butuh api untuk menyalakan perapian di musim dingin. Kita butuh api ketika hendak menyulut tembakau. Kita butuh api untuk menyalakan suluh ketika hari gelap. Oh, well … kalian sangat tahu betapa kita butuh api.

Lalu, bagaimana ketika api sedang jahat? Aku sering melihat ketika api sedang murka. Satu gedung maha megah bisa ia hanguskan dalam hitungan menit saja, konon lagi bila itu hanya sebuah gubuk kecil dan kering. Aku sering melihat bagaimana ganasnya ia membakar lalu menghanguskan. Aku kerap menjumpai puing-puing hitam tak berbentuk lagi setelah ia dilamun api. Tak salah jika kita menyebut bahwa satu-satunya keahlian yang paling dikuasai api adalah membakar.

Api juga muncul dalam pepatah, kurasa itu karena kehebatannya. Bunyinya, tak ada asap jika tak ada api. Pepatah yang menarik. Asap memang ditimbulkan karena ada api yang sedang membakar sesuatu. Asap dan api, dua sejoli yang ditakdirkan terkait dalam hubungan sebab akibat. Mengapa ada asap? Karena ada api. Api membakar dan asap timbul kemudian. Begitulah.

Mendadak alarm di unitku mengaum ribut. Penyebabnya hanya satu: API.Kucamppakkan pemantik yang sedari tadi kubuka-tutup ke atas meja di depanku, dan kuraih APD set melikku. Aku harus selalu bergegas setiap kali alarm itu menjerit. Bersama rekan-rekanku, kami menuju mobil tangki yang selalu stand by. Hari ini, kembali ada api yang harus dipadamkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar