Selasa, 12 September 2017

Drama Cicak

lizard art
Drama cicak



Setelah pada postingan sebelumnya kita belajar tentang pengertian drama dan jenis-jenisnya, maka kali ini aku akan memberikan contoh naskah drama modern satu babak bertema drama komedi (drama komedi ya, bukan drama Korea). Naskah drama ini sendiri dibuat sebagai tugas kelompok keponakanku dan teman-temannya. Aku diminta untuk jadi editor dadakan yang bertugas memperbaiki kekurangan naskah di sana sini (sstt... sebenarnya, nyaris semua bagian kuperbaiki lho)

Berikut naskah dramanya :

Judul               : CICAK
Tipe                 : Drama satu babak
Setting             : Ruang OSIS

Pelaku/Watak 
Nathan (Ketua OSIS, tegas dan punya wibawa).
Karina (Wakil Ketua OSIS, suka cari muka dengan bosnya di OSIS).
Cassandra (Sekretaris OSIS, phobia cicak, apalagi tahi cicak, tapi juga penyayang binatang).
Elena (Bendahara OSIS, kadang matre, kadang dermawan (baca: plin-plan)).
Adipati (Ketua grup karate, emosian (baca: lebih ngandalin otot daripada otak).
Steffi (Ketua grup tari, lembut gemulai, dan sudah tentu pandai menari).
Nazila (Ketua grup rohis, santun, sopan, agamis).

Sinopsis :
Nathan dan kawan-kawannya sesama pengurus OSIS sedang dibingungkan dengan masalah kebersihan ruang OSIS sekolah mereka. Setiap hendak dipakai, Ruang OSIS selalu saja dikotori tahi cicak yang hitam putih itu. Karena sudah mengganggu, Sebagai Ketua OSIS, Nathan berencana untuk membasmi setiap ekor cicak yang menumpang tinggal di ruang OSIS mereka. Tindakan membasmi ini ditujukan supaya Ruang OSIS mereka kembali bersih, higienis, dan nyaman digunakan. Masalahnya, rencana Nathan untuk menumpas kezaliman para cicak itu berbenturan dengan personaliti beberapa temannya sesama pengurus.

Narator :
Pentas memperlihatkan Ruang OSIS SMA “Maju Terus Mundur Kalau Terdesak” saat jam istirahat pertama. Beberapa kursi tampak diletakkan begitu saja di dalam ruangan, tidak beraturan dan tidak sedap dipandang mata, apalagi untuk dimakan. Satu-satunya meja kayu di ruangan itu kini sedang dinaiki seorang siswa yang dari gelagatnya terlihat tidak bahagia dan seakan memendam dendam kesumat terhadap seseorang, atau sesuatu. Di dekat meja di mana seorang siswa sedang berdiri sambil mengintip-ngintip loteng itu, tiga orang siswi berdiri berjejer seperti tengah mengantri. Di tangan masing-masing siswi itu, sebatang lidi yang ujungnya diberi kapur sirih dipegang mengacung ke atas. Sepertinya tiga siswi itu sedang menunggu perintah, yang pasti bukan sedang mengantri giliran menggunakan toilet, apalagi mengantri jatah sembako. Di salah satu pojok ruangan, seorang siswa lain duduk cuek sambil menekuk-nekuk lengan kanannya seperti sedang fitness.

Elena         : Gimana, Nat? Kelihatan nggak sarangnya? (sambil mendongak ke loteng).

Nathan      : (berdecak kesal) Kamu pernah lihat sarang cicak?

Elena         : (menggelengkan kepala) Enggak tuh, tapi kalau sarang walet pernah. Harganya, mahaaaaaaaaal banget.

Steffi          : Apanya yang mahal?

Elena         : Sarang waletnyalah, masak sarangmu.

Steffi          : Heh, sembarangan. Kamu kira aku tawon?

Elena         : Oh, bukan, ya?

Steffi          : (memonyongkan bibir pada Elena) Tunggu pembalasanku!

Nathan      : Hei, kalian berdua! Kita lagi ngomongin cicak, bukan walet, bukan tawon.

Karina       : Betul itu. Cicak, bukan walet, bukan tawon.

Nathan      : Fokus!

Karina       : Betul itu. Fooookus. F-O-K-U-S (mengeja huruf). Fokus ke… (garuk-garuk kepala dan mendongak pada Nathan). Fokus ke mana ya, Nat?

Nathan      : (mendudukkan diri di atas meja). Ke cicaknya, Karin… ke cicaknya.

Karina       : Betul. Cicak!

Steffi          : (menyanyi sambil melambai-lambaikan lidi di tangan seperti menari) Cicak-cicak di dinding, diam-diam merayap, datang seekor nyamuk …

Adipati      : (berhenti menekuk-nekuk lengan dan menyambung nyanyian Steffi dengan lantang) HUP …!!! (bertepuk tangan satu kali) LALU DITANGKAP! (tertawa sendiri).

Steffi          : (memandang Adipati dengan kening berkerut heran dan berbisik pada Elena)
Sepertinya dia stress.

Elena         : (balas berbisik ke kuping Steffi) Hati-hati, nanti kamu dikaratenya sampai tulang-belulangmu patah-patah dan enggak bisa goyang dumang lagi. Mau?

Adipati      : (bangun dari kursi dengan marah) Heh, kalian berdua bisikin aku, hah?!? (mendekat ke teman-temannya sambil menggulung lengan baju seragam) Silahkan pilih, kiri rumah sakit Ingin Sehat (sambil mengangkat tangan kiri). Kanan TPU Jeruk Purut (sambil mengangkat tangan kanan).

Narator :
Steffi dan Elena ketakutan. Keduanya langsung mencampakkan lidi di tangan masing-masing lalu kompak berangkulan setengah gemetaran. Sementara itu Adipati masih melotot marah pada mereka berdua.

Nathan      : Adi, jangan cepat emosi (menepuk-nepuk bahu Adipati)

Karina       : Betul itu. Jangan cepat emosi. Setiap masalah harus diselesaikan dengan kepala dingin. Iya, kan, Nat? (cari dukungan (baca: cari muka) ke Nathan).

Nathan      : (menganggukkan kepala) Seratus (mengangkat jempol).

Adipati      : (memandangi temannya satu persatu dengan pandangan tajam) Awas kalian bisik-bisikin aku lagi. Enggak ada kiri-kirian, langsung kukirim ke TPU Jeruk Purut. Nih, pake ini (sambil mengacungkan tinju kanan pada Steffi dan Elena lalu kembali ke pojokan, duduk di kursi dan meneruskan  menekuk-nekuk lengannya seperti orang sedang fitness)

Elena         : FIUUUHHH …! (mengelus-elus dada) Hampir aja minggat ke TPU.

Steffi          : (mengikuti Elena mengelus dada) Hampir aja aku nggak bisa goyang dumang  lagi.

Narator :
Sekonyong-konyong, dua siswi memasuki Ruang OSIS yang sedang tidak beres itu. Kelakuan dua siswi yang baru saja muncul tersebut sekilas terlihat unik (baca: aneh bin ajaib). Salah seorang berjalan penuh gaya sambil mengibas-ngibas pulpen bulu-bulu warna pink ke segala arah (mungkin dikiranya itu kipas). Sementara salah seorang lainnya melangkah santun sambil mengibas-ngibas ujung-ujung benang sebuah tasbih ke kiri dan ke nanan (mungkin dikiranya itu ekor kuda).

Cassandra : Hai, genks… baru abis ngapain sih? Kok ruangannya kayak abis kena bom atom begini? (sambil menggerakkan pulpen bulu-bulu di tangan kanan ke seluruh penjuru ruangan).

Elena         : Hiroshima Nagasaki keleus dibom atom (sambil memutar bola mata).

Nazila        : (tiba-tiba menjerit) Najis, najis, najis … (menunjuk-nunjuk lantai dengan tangan  yang menggenggam tasbih) najis di mana-mana. Awas, Cassandra! jangan sampai bersentuhan dengan najis, nanti pakaian kita tidak bisa dibawa shalat (lalu berjinjit dan mengangkat rok).

Cassandra : Mana najisnya? (merunduk dan memelototi lantai ruangan dengan gaya centil).

Nazila        : Itu, di lantai banyak sekali tahi cicaknya.

Cassandra : APAAAH …??? CICAK? (lalu memanjat naik ke atas kursi terdekat dengan ekspresi ketakutan) Cicak, hush … hush … hush … sa-naaaa … (mengusir cicak dengan gaya chantik ala penyanyi Syahrini yang sering muncul di TV itu).

Adipati      : Dasar cewek, sama cicak aja takut.

Cassandra : (melotot pada Adipati) Daripada kamu, nonton Valak aja hampir pipis di celana.

Adipati      : (bangun dari kursi dengan tampang marah) Berani ngatain? Nih, pilih mana, kiri Rumah Sakit Ingin Sehat …

Cassandra : Kanan TPU Jeruk Purut, kan? Pffftt… (langsung menyambung kalimat Adipati lalu meleletkan lidah) Catat, ya! Cassie takut cicak, bukan takut orang. (turun dari kursi dan berkacak pinggang).

Nathan      : Kalian, jangan berantem. (turun dari meja dan menengahi teman-temannya)

Karina       : Betul itu. Jangan berantem. Berantem itu nggak baik. Iya, kan, Nat?

Steffi          : Wah, ada yang carmuk nih.

Nazila        : Carmuk itu apa, ya? Saya belum pernah mendengarnya.

Cassandra : Kamu kelamaan di pesantren sih, carmuk aja enggak pernah dengar. Cari muka tahu?

Nazila        : Ooo… cari muka.

Nathan      : Sudah. Daripada debat nggak mutu, lebih baik kita fokus ke masalah kita saat ini. Bagaimana caranya agar Ruang OSIS kita bebas dari tahi cicak. Ada usul?

Adipati      : Dikaratein aja cicaknya satu-satu sampai patah tulang.

Steffi          : Diajak goyang dumang ke sanggar tari.

Elena         : Tangkapin, trus jualin ke Ah Kiong. Uangnya donasikan ke panti asuhan.

Cassandra : Jangan dijual. Abis ditangkap, cicaknya kita piara.

Nazila        : Mita diirukyah saja sama pak ustadz.

Nathan      : Kalian semua yang harus dirukyah. Kalau kasih ide yang benar dong! (dengan mimik kesal).

Karina       : Iya, kalau ngasih ide tuh yang benar. Iya, kan, Nat?

Steffi          : Mending kami, punya ide. Kamu sendiri idenya apaan, Rin? Dari tadi sibuk ngulang apa kata Nathan doang.

Elena         : Betul itu (sambil mengangkat jempol sengaja menyindir Karina)

Adipati      : Enggak salah itu (ikut-ukutan mengangkat jempol)

Cassandra : Iya, kan, Nat (sambil meniru gaya cari muka Karina ke Nathan)

Karina       : Kalian jahat. Nathan, lihat, mereka ngejek Karin (ngadu ke Nathan)

Nazila        : Kata Pak Ustadz, tidak baik mengatai teman. Dosa.

Elena         : Siap, Bu Hajjah (sambil memperagakan sikap hormat bendera)         

Nathan      : Aduh… kalian serius gak sih? Ini kita sedang ada masalah buat dipecahkan. Apa kalian mau, OSIS kita dicap tempat cicak buang air?

Steffi          : (menggelengkan kepala) Enggak mau.

Cassandra : Kalau ada yang ngatain begitu... (diam sebentar) Duh… sakiiiit… (sambil menekan dada berlagak seperti sakit betulan).

Adipati      : Kalau ada yang berani ngatain begitu, kukaratein sampai patah-patah.

Elena         : Anisa Bahar keleus, goyang patah-patah.

Nathan      : STOP…!!! (berteriak marah).

Karina       : Iya, STOP…! (ikut-ikutan berteriak seperti Nathan) S-T-O-P…

Narator :
Nathan memelototi Karina dengan marah. Melihat kalau Ketua OSIS mereka melotot sedemikian rupa pada Karina, Elena-Steffi-Cassandra-Nazila dan Adipati pun ikut-ikutan melotot, bukan pada Karina, tapi mereka berempat saling memelototi satu sama lain. Menyadari kalau teman-temannya tidak bisa diajak bekerja sama dengan baik dan benar, tak lama kemudian Nathan mendudukkan diri di salah satu kursi sambil memijit-mijit keningnya seperti orang banyak pikiran. Melihat ketua OSIS duduk, mereka semua pun akhirnya ikut-ikutan mendudukkan diri di kursi yang ada. Keadaan ruang OSIS sejenak hening. Semua orang yang ada di sana sama-sama duduk sambil memijat-mijat kening masing-masing seperti dikomando.

Karina       : (tiba-tiba mengacungkan lidi berkapur ke hadapan teman-temannya) AHA! Kata sepupu cucu neneknya anak tante paman kakek ibunya Nathan, cicak bisa dibunuh pake kapur di lidi begini. Iya, kan, Nat?

Steffi          : Perasaan kita udah praktekin cara itu deh tadi.

Elena         : Sebentar… kata siapa, Rin? (bertanya ke Karina dengan kening berkerut)

Karina       : Kata sepupu cucu neneknya anak tante paman kakek ibunya Nathan. Iya, kan, Nat?

Adipati      : What the ffffff…. (mengeluarkan bunyi huruf F panjang dari mulut).

Nazila        : Jadi, cicaknya harus dibunuh pake lidi dan kapur begitu?

Nathan      : Rencana awalnya sih begitu. Tapi sepertinya kurang berhasil.

Karina       : Iya, kurang berhasil.

Nazila        : Kalau kurang berhasil, terus, pakai cara apa lagi?

Cassandra : Tunggu, tunggu, tunggu? Dibunuh? No, no, no, no .… (menggerak-gerakkan telunjuk ke kiri dan ke kanan) Cicak juga makhluk hidup. Sama kayak manusia, cicak pasti juga punya HAC. Kita tidak boleh melanggar HAC mereka begitu saja.

Steffi          : HAC itu apaan, Cassie?

Cassandra : Hak Azasi Cicak.

Narator :
Mendapati jawaban Cassandra yang terdengar factual dan intelektual tapi belum tentu terdaftar di KBBI itu, semua orang di ruang OSIS melongo memandang Cassandra selama kira-kira satu episode drama Korea Descendant of the Sun yang terkenal itu. Kalau saja Steffi tidak bersuara dan mengembalikan kesadaran mereka semua, bisa jadi durasi melongo berjamaah itu molor panjang sampai dua episode serial India Uttaran, yang pernah tayang di salah satu channel Televisi langganan emaknya Cassandra kalau sedang absen ikut demo Tupperware.ACHA

Steffi          : Ternyata yang stress bukan hanya si Adi.

Cassandra : Pokoknya cicak enggak boleh dibunuh. Dia bagian dari jaring-jaring makanan. Walau cicak bikin Cassie phobia berat, cicak tetap bagian dari rantai kehidupan biologi.

Adipati      : Benar juga, ya. Cicak, kan, predatornya nyamuk. Nanti kalau cicaknya dibunuh, trus nyamuknya makin banyak. Penyakit karena nyamuk, kan, lebih bahaya.

Cassandra : Wah, kali ini preman sekolah ngomongnya pakai otak. Biasanya, kan, otot mulu.

Adipati      : He he he he.

Elena         : Good job, Bro (mengacungkan jempol pada Adipati)

Nazila        : Katanya Adi benar lho. Penyakit karena nyamuk lebih bahaya. Ada DBD, ada malaria juga. Penyakit itu bisa menyebabkan kematian lho.

Karina       : Iya. Kapan itu, sepupu cucu neneknya anak tante paman kakek ibuku ada yang kena DBD dan meninggal. Serem lho.

Adipati      : What the ffffff…. (kembali mengeluarkan bunyi huruf F panjang dari mulut)

Elena         : Apa hanya aku ya, yang aneh sendiri sama sepupu cucu neneknya anak tante paman kakek ibunya Karina?

Steffi          : Aku mikirin sepupu cucu neneknya anak tante paman kakek ibunya Karina sampai-sampai ketombean (sambil garuk-garuk kepala)

Nazila        : Jadi, kesimpulannya bagaimana?

Cassandra : Apapun, asal cicaknya tidak mati.

Nathan      : Yang lain bagaimana? apa setuju? (sambil memandangi teman-temannya satu persatu).

Narator :
Semua orang di dalam ruangan serentak manggut-manggut lebih dari satu kali. Kalau saja Nathan tidak kembali bersuara, bisa jadi mereka semua bakal terus manggut-manggut sampai Anggun jadi duta sampo lain.

Nathan      : Baiklah. Kalau cicaknya jangan dibunuh, maka solusi satu-satunya kita harus mengatur jadwal piket setiap pagi, untuk membersihkan Ruang OSIS kita dari kotoran cicak.

Nazila        : Benar sekali. Karena dalam agama kita, kebersihan itu, kan, setengah daripada iman.

Cassandra : Iya. Pepatah juga bilang, bersih itu indah. Jadi, ayo kita bersihkan, guys!

Semua        : Ayoooo…!!! (mengepalkan tangan ke udara dengan penuh semangat).

Narator :
Akhirnya, drama remaja yang sama sekali tidak menguras emosi dan air mata penonton ini selesai dipentaskan. Lagipula, permasalahannya sudah diselesaikan secara win-win solution, alias sama-sama menang. Maksudnya, Nathan dan kawan-kawan menang, keluarga cicak juga menang tak jadi dihijrahkan ke alam baka. Layar siap-siap diturunkan… eh, tapi tunggu ada sesuatu yang terjadi di atas pentas. Mari kita lihat sebentar lagi (narator mengambil jeda kira-kira tiga ketukan). Oh, rupanya, sementara Nathan dan kawan-kawan bergembira sambil joget-joget di pentas, diam-diam seekor cicak merayap di tengah loteng, dan… hup… cicak itu terjatuh, tepat di tengah-tengah pentas.

Semua        : (menjerit ketakutan) AAAAAAA…. CICAAAAAAAKKK…!!! (lalu lari tunggang-langgang).

Narator :
Nah, sekarang dramanya benar-benar selesai. Layar juga benar-benar diturunkan. Saya selaku Narator, mohon pamit. Sampai jumpa di pementasan Drama Cicak part II. Eh, kok ada Drama Cicak part II? Ya, iya lah, Film The Conjuring saja ada part II-nya, masa drama enggak?


= S E L E S A I =

Kredit Title

Drama CICAK ini dibuat bersama sebagai tugas kelompok oleh :
Risa Hajjatul Ula
Irham Syawalna
Rahul Mahfud
Ola Irhamna
Maulida
Dara Gusfika Arafah
Gita Nurliana
Nazirah Firda

dan
Dimentori Oleh :
Jun Akhena (Owner Blog Catatan Jun Akhena) 

Note :
Mengambil sebagian atau seluruhnya contoh naskah drama di atas adalah ilegal dan tidak dibenarkan. Kalaupun ada adik-adikku para siswa-siswi sekolah yang nekat mengambil meski sudah kuperingatkan ilegal, semoga diberakin Cicak. Hehehehe.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar