Minggu, 10 September 2017

Gadis Tetangga



lovely girl
pretty girl
Kata orang kalau jatuh cinta itu berjuta rasanya, ternyata benar. Jika pun tidak, well, Gunawan sudah terlanjur memercayainya. Gunawan, remaja tujuh belas tahun, kini sedang dimabuk cinta pada seorang gadis tetangga baru di depan rumahnya. Setiap hari menjelang sore, Gunawan akan terlihat duduk di teras rumah sambil memerhatikan sang gadis menyirami tanaman dalam pot yang berjejer di teras rumahnya sendiri. Gunawan akan tersenyum tiap kali si gadis muncul dari pintu sambil membawa alat penyiram kecil di tangannya. Hari ini pun begitu, senyum masih terus menghias wajah Gunawan bahkan setelah si gadis kembali masuk ke rumahnya.

Bila kegiatan “memantau” ini selesai, Gunawan akan masuk ke rumah sambil bersenandung kecil. Lirik-lirik lagu cinta terus bergulir dari bibirnya hingga dia masuk kamar mandi. Masih terus begitu saat dia selesai dari sana. Gunawan akan menghabiskan waktu lebih lama dari biasanya ketika memilih-milih isi lemari pakaiannya. Begitu juga ketika berada di depan cermin, dia akan berdiri tegak sambil mengamati pantulan dirinya sendiri di kaca itu. Gunawan akan bertanya-tanya, apa si gadis tetangga akan suka penampilannya yang begini? Apa si gadis akan menyukai kemeja yang dikenakannya? Bagaimana dengan sisiran rambutnya? Oh, ya, apa si gadis suka wangi parfumnya?

Semenjak kepindahan si gadis beserta keluarganya ke lingkungan perumahan, Gunawan mulai suka memutar lagu-lagu berirama lembut dari perangkat musik di kamarnya. Rak bukunya sekarang ikut memuat beberapa judul buku Kahlil Gibran, roman-roman yang judulnya terdapat kata “cinta” juga ikut berdesakan bersama komik-komik yang sudah lebih dulu berada di sana. Gunawan mulai mencari tahu seperti apa cinta lewat buku-buku yang menjadi pendatang baru di raknya tersebut.

Saat malam sebelum tidur, Gunawan akan membuka jendela kamarnya dan berdiri di sana sambil menatap rumah si gadis. Dia akan bertahan di jendelanya sampai semua lampu yang ada di rumah si gadis dipadamkan. Saat rumah itu menjadi gelap, Gunawan akan mengepalkan tangan kanan, mengecup kepalannya itu beberapa lama lalu membukanya dengan ujung jari lurus ke rumah si gadis. Dengan perlahan Gunawan akan meniup telapak tangannya lalu tersenyum. Setelah menutup jendela, Gunawan akan meraih salah satu buku barunya dari rak, mencium sampulnya lalu naik ke tempat tidur. Dia akan terlelap bersama buku itu. Hal ini juga sudah berlangsung sejak sepekan yang lalu.

Pagi hari, Gunawan akan berlama-lama bertahan di gerbang rumah hingga si gadis keluar dari rumahnya sendiri dengan seragam sekolahnya. Di dalam bus sekolah, Gunawan akan berusaha mendapatkan tempat duduk yang bisa membuatnya leluasa menatap si gadis. Sepanjang perjalanan menuju sekolah, Gunawan akan terpesona di tempatnya dengan pandangan tertuju pada si gadis. Lalu sisa hari di sekolah akan dilaluinya dengan duduk menopang dagu sambil sesekali tersenyum sendiri.

Seminggu kemudian, cuaca cerah penuh bunga-bunga bermekaran yang sudah berlangsung dua pekan di perumahan itu mendadak berubah. Awan hitam berarak entah dari mana, bergulung-gulung menutup langit yang tadinya bersih. Angin berhembus kencang dan berputar-putar, menyeret semua daun kering bersamanya. Beberapa kali sudah petir menyambar-nyambar. Gunawan berdiri kaku di pekarangan rumahnya, seakan cuaca buruk tidak menakutinya. Di depan sana, di pekarangan rumahnya, si gadis tetangga baru saja membiarkan pipinya dicium seseorang, pacarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar